Selasa, 15 Februari 2011

Hati Hati Bila Bayi Susah BAB

Jangan dipandang enteng, apalagi bila disertai perut kembung. Waspadai ada kelainan di usus besar.
Bila bayi kita perutnya kembung dan besar, disertai kesulitan BAB, jangan buru-buru menyangka ia kena cacingan, masuk angin atau salah makan. Bisa jadi itu adalah kelainan yang dinamakan hirschsprung, sesuai nama penemunya, Harold Hirschsprung, pada 1887 di Jerman. Kelainan ini, terang dr. Eva J. Soelaeman, Sp.A, dari RSAB Harapan Kita, Jakarta, merupakan kelainan bawaan sejak lahir, jadi tak bisa dicegah.
Umumnya, kelainan ini di kandungan dan biasanya ketahuan di bawah usia setahun. Menurut data di Amerika, kelainan hirschsprung banyak dialami anak laki-laki dibanding anak perempuan, dengan perbandingan 3,8 : 1.


SEMBELIT TERUS
Kelainan hirschsprung terjadi pada persarafan usus besar paling bawah, mulai anus hingga ke bagian usus di atasnya, termasuk ganglion parasimpatis, yang mengatur pergerakan usus hingga membuat usus dapat bergerak melebar dan menyempit.


"Nah, pada bayi yang punya kelainan hirschsprung, persarafan ini tak ada sama sekali, atau kalaupun ada, sedikit sekali. Ada-tidaknya persarafan inilah yang menentukan derajat ringan-beratnya kelainan hirschsprung," jelas Eva. Kelainan ini, tambahnya, dari yang ringan sampai yang berat, akan membuat BAB si bayi jadi tak beres dan tak pernah normal. Bahkan, boleh dikata ia akan sembelit terus. Bukankah bila tak ada persarafan yang menggerakkan usus, maka makanan yang masuk tak bisa keluar ke anus?
Jadi, kotoran akan menumpuk dan menyumbat usus di bagian bawah, hingga bayi tak bisa BAB. Penumpukan kotoran di usus besar ini akan membuat pembusukan. Jika pembusukan terjadi dalam waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan dan tak ketahuan, di dalam usus besar akan banyak kuman. Pada akhirnya akan membuat radang usus. Bisa juga lama-lama karena pembusukan kotoran, akan mengeluarkan cairan. Cairan ini akan merembes keluar tanpa bisa ditahan oleh anus karena tak ada persarafan tadi. "Mungkin orang tua ataupun dokter tak menyadari adanya kelainan ini, dianggapnya si bayi mengalami mencret atau diare biasa."

Untuk mengetahui perbedaannya dengan diare yang normal, terang Eva, bisa dicek dari baunya yang busuk. Selain itu, perut si bayi juga akan kembung sekali alias besar. Ditambah lagi dengan ada riwayat BAB yang tak pernah normal. Sedangkan pada diare yang normal, biasanya sebelumnya tak ada riwayat BAB yang bermasalah. "Jadi, tiba-tiba terkena infeksi lalu mencret."

TINDAKAN OPERASI
Untuk memastikan adanya kelainan ini dilakukan pemeriksaan dengan barium enema lewat anus. Hingga, bisa kelihatan seberapa sempit ususnya dan seberapa panjang kerusakan usus yang terjadi.
Bagian usus yang tak ada persarafannya ini harus dibuang lewat operasi. Operasi biasanya dilakukan dua kali. Pertama, dibuang usus yang tak ada persarafannya. Kedua, kalau usus bisa ditarik ke bawah, langsung disambung ke anus. Kalau ternyata ususnya belum bisa ditarik, maka dilakukan operasi ke dinding perut, yang disebut dengan kolostomi, yaitu dibuat lubang ke dinding perut. Jadi bayi akan BAB lewat lubang tersebut.

Nanti kalau ususnya sudah cukup panjang, bisa dioperasi lagi untuk diturunkan dan disambung langsung ke anus. Biasanya menunggu sampai ususnya lebih panjang ini bisa makan waktu sampai 3 bulan, tergantung kondisi si anak. "Selama itu, anak tetap harus dikontrol terus, dua minggu sekali atau sebulan sekali."
Jika orang tua tak menyadari bayinya mengalami kelainan ini alias kelainan ini dibiarkan terus berlangsung, maka perut si bayi makin lama makin membesar. Hal ini disebabkan usus besarnya lebar, sedangkan di bagian sfingter bawahnya kecil sekali.

"Kalau mau disambung ke anus nantinya tak bisa, karena ususnya sudah melembung dan tak bisa balik lagi." Supaya mengecil, maka harus dikolostomi dulu, hingga usus menjadi kecil ini bisa makan waktu antara 6­12 bulan. "Jika ukurannya sudah sama barulah bisa disambungkan."

Menurut Eva, setelah dioperasi dengan dibuang kelainannya, BAB anak biasanya akan normal kembali. "Kecuali jika kelainannya parah sampai usus besarnya harus dibuang semuanya, maka akan tetap bermasalah." Seperti diketahui, fungsi usus besar yang terpenting adalah menyerap cairan yang banyak di dalam tubuh. Selain juga menyerap zat-zat yang tak bisa diserap di usus halus, misal, vitamin-vitamin. Di dalam usus besar ini ada kuman-kuman yang dibutuhkan tubuh, yaitu flora usus normal. Flora ini berguna karena akan memproduksi vitamin K, untuk pembekuan darah, dan vitamin B12, agar tubuh tak kekurangan darah atau tak anemia. Nah, di usus besar ini pula flora tersebut mengeluarkan enzim-enzim pencernaan.

"Jadi, kalau di akhir usus halus ada 9 liter cairan per hari, misal, maka hanya 100 cc cairan tak akan diserap usus besar dan dikeluarkan bersama BAB." Bisa kita bayangkan kalau usus besar tak ada, maka cairan dalam tubuh per harinya itu akan keluar semua. Ancamannya, anak bisa kekurangan cairan atau dehidrasi alias akan diare terus. "Ini yang dinamakan sindrom usus pendek." Kalau sudah demikian, mengatasinya dengan banyak minum. Kebutuhan cairan untuk anak sekitar 100 cc/kg BB, paling banyak 100-200 cc sehari. "Karena itulah, dalam memotong usus besar tak boleh panjang-panjang, harus diperhitungkan. Walaupun kondisi demikian jarang terjadi."


Bedanya Dengan Sembelit Biasa
Seperti dikemukakan di atas, kelainan ini membuat BAB anak jadi sulit alias sembelit. Namun sembelitnya tak seperti sembelit biasa. Anak tak bisa BAB terus-menerus. Kalaupun bisa, seminggu hanya sekali atau dua kali. "Kalau anak sembelit biasa, sulit BAB-nya hanya sekali-kali, misal, kalau kurang makan serat. Pada kelainan hirschsprung, BAB selalu jelek terus, tak pernah bagus, dalam arti terhambat terus-menerus," jelas Eva.

Untuk mengetahui sejak dini kelainan ini, perhatikan BAB pertama kali kala baru lahir. "Pada bayi normal, 90 persen dalam waktu 24 jam sudah mengeluarkan mekonium (BAB pertama kali, Red.). Paling lama dalam waktu 48 jam. Sedangkan pada bayi dengan hirschsprung, mekonium ini tidak keluar-keluar dalam waktu itu."

Pada bayi yang sembelit biasa, dengan dirangsang pemberian obat pencahar bisa langsung bereaksi. Kotorannya akan segera keluar dan biasanya keras. Sementara pada bayi dengan hirschsprung, pemberian obat pencahar ataupun makanan, semisal pepaya, tak ada efeknya alias tak bereaksi apa-apa. "Ini biasanya bila usus yang tak ada persarafannya itu panjang, misal 10 cm. Namun, jika pendek, semisal hanya 1 cm, dengan pemberian obat pencahar dari anus, masih bisa keluar kotorannya. Hanya saja kotorannya lembek." Celakanya, kotoran lembek ini seringkali disalahartikan sebagai ada perbaikan. "Padahal tidak demikian, hanya semu saja."

Nah, membedakan ini dengan sembelit biasa, dilakukan dengan bantuan rontgen menggunakan barium enema. "Dengan cara ini kerusakannya akan diketahui. Bisa juga mengetahui gejala awalnya dengan memasukkan sedikit jari kita ke anusnya. Jika keluar, kotorannya akan menyemprot. Selain itu, jari yang dimasukkan pun akan dijepitnya oleh lubang anus tadi. Nah, gejala seperti itu biasanya hirschsprung."

Perawatan Kolostomi
Menurut Eva, setelah operasi kolostomi, sebaiknya orang tua merawatnya dengan hati-hati. Karena usus tersebut disambungkan ke dinding perut, maka kotoran akan keluar terus. Jadi, harus sering-sering diganti balutannya.

"Menggunakan plesternya pun harus baik. Kalau tidak, membuat kulit si bayi jadi lecet. Dalam membersihkannya juga harus dengan antiseptik." Selain itu, jangan sampai kotorannya berceceran atau bocor terkena jahitan, karena dalam usus sendiri ada kuman. Jadi, kalau kurang bersih, bisa terkena infeksi dan berakibat fatal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar